Jimat Kalibening Dijamas
■ Keris Bertambah 1, Batu Berkurang 21
Koleksi Pusaka yang dijamas terdiri dari keris, tombak, tasbih, mata uang, gediwung, ulan-ulan, kelapa sawit, batu beraneka ragam dan buis lurus. Pusaka-pusaka tersebut merupakan benda-benda purbakala yang diperkirakan merupakan peninggalan jaman Majapahit. Pusaka Kalibening dijamas secara rutin setahun sekali setiap bulan Mulud/Maulud atau Rabiul Awal.
Pelaksanaan Jamasan Jimat dimulai dari Museum Pusaka Kalibening. Dari museum pusaka dikirab menuju Sumur Pasucen yang berada di Komplek Makam Mbah Kalibening, berjarak kurang lebih 1 km. Penjamasan pusaka dilakukan dengan air yang diambil dari sumur tersebut. Pembawa pusaka dan peralatan lainnya berjumlah kurang lebih 40 orang dipimpin oleh seorang juru kunci. Rombongan yang semua mengenakan pakaian tradisional berjalan dengan diiringi musik terbang Jawa (rebana).
Rangkaian acara dimeriahkan dengan penampilan Tari Ngerong yang diperagakan oleh siswi SMK Negeri 3 Banyumas sebagai hiburan penyambut tamu, juga pameran dan lomba makanan tradisional Banyumas antar RT di wilayah Desa Dawuhan. Jenis Makanan yang dipamerkan dan dilombakan antara lain klepon, cingkig, ciwel, cimplung, intil, karag, cimplung dan intip. Makanan-makanan tersebut diproduksi oleh masyarakat setempat dengan binaan program PNPM-ND Tahun 2012.
■ Kejadian Unik
Ada hal unik yang sering terjadi setiap kali penjamasan, yaitu bertambah atau berkurangnya pusaka. Juru Kunci Sunaryoko membeberkan, tahun ini jumlah keris pusaka bertambah, dari sebelumnya 5 buah menjadi 6 buah, sedangkan batu beraneka ragam berkurang dari 152 menjadi 131. Sunarko mengakui, penambahan dan pengurangan jumlah benda pusaka tersebut tidak ada seorangpun yang tahu kapan terjadinya, termasuk dirinya. ”Kita baru mengetahuinya setiap akan dilakukan penjamasan” katanya.
Ketua panitia, Sururudin menjelaskan, tujuan dari kegiatan penjamasan ini untuk melestarikan budaya masyarakat Kelibening, serta menjadikan daerah ini menjadi tujuan wisata budaya religi. Adapun lomba makanan tradisional, menurutnya, dalam rangka mengingatkan dan menanamkan kecintaan masyarakat Banyumas terhadap makanan lokal, dan dalam rangka mendukung program ketahanan pangan dengan upaya peningkatan pemanfaatan makanan non-beras.
Sementara Bupati Mardjoko dalam sambutannya berpesan kepada masyarakat Dawuhan untuk bersama-sama menjaga benda-benda budaya dan tradisi Kalibening agar tetap utuh sebagai bagian dari cagar budaya daerah Banyumas. Lebih lanjut Marjoko mengatakan bahwa budaya yang dilaksanakan masyarakat tersebut tidak bertentangan dengan agama, asal permohonan do’a ditujukan kepada Tuhan, tidak meminta pada pusaka yang ada.■(tomi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda